Pahlawan Korea

Kisah Tokoh Kepahlawanan yang paling dicintai dalam Sejarah Korea.

Korea mempunya cerita sejarah sepanjang 5000 tahun lamanya. Dalam sejarah panjang ini, ada banyak pahlawan yang masih dihormati oleh masyarakat Korea hingga saat ini. Beberapa di antaranya adalah raja yang memimpin pada zaman keemasan kerajaan mereka. Namun, tidak semua pahlawan berada pada kelas sosial yang tinggi/bangsawan. Di antaranya ada seorang penemu dan dokter yang berjuang karena status kelas rendah mereka meskipun bakat mereka luar biasa. Ada juga ilmuwan, laksamana, serta pelukis yang menantang ilmu pengetahuan yang sudah ada. Ada banyak orang Korea hebat yang berasal dari latar belakang sederhana tetapi mereka mengubah sejarah dengan mengatasi tantangan dengan ambisi besar mereka.

Raja Geunchogo dan Pedang Chiljido

Raja Geunchogo memimpin zaman keemasan kerajaan Korea kuno Baekje dan Pedang Chiljido membuktikan keterlibatan aktif Kerajaan Baekje dalam perdagangan internasional.

Raja Geunchogo (bertahta: 346 – 375) adalah penguasa ke-13 pada kerajaan Korea kuno Baekje (18 SM – 660 M). Dia memimpin pada zaman keemasan KerajaanBaekje. Dia memperluas ibukotanya dan memakmurkan kerajaan secara budaya dan ekonomi dengan memimpin kampanye militer, terlibat dalam perdagangan maritim, dan menerbitkan buku-buku sejarah. Menurut catatan Tiongkok, Geunchogo memperluas wilayahnya hingga mencakup wilayah Liaoxi di Tiongkok Timur Laut. Menurut catatan Tiongkok, Raja Geunchogo memperluas wilayahnya hingga mencakup wilayah Liaoxi di Timur Laut Tiongkok. Kerajaan Baekje dan Jepang sendiri memiliki hubungan timbal balik yang baik. Baekje mengajarkan kebudayaan tinggi ke Jepang sementara Jepang mengirim tentara bayaran ke Kerajaan Baekje. Hubungan baik mereka dibuktikan dengan pembuatan Chiljido atau pedang bercabang tujuh. Pedang tersebut ditetapkan sebagai Harta Pusaka Nasional Jepang dan ditempatkan di Kuil Isonokami Jepang, pedang itu diberikan sebagai hadiah kepada raja Jepang dari raja Baekje pada tahun 369. Pedang sepanjang 74,9 cm ini diukir dengan aksara berbahan emas, dan pembuatan pedang itu sendiri menunjukkan keterampilan pengerjaan besi yang canggih dari Baekje.

“Raja Baekje memerintahkan agar pedang ini dibuat khusus untuk Shi, Raja Jepang. Pedang akan diwariskan dari generasi ke generasi.” – Dari Prasasti di Pedang Chiljido

Gwanggaeto Agung dan Monumen Gwanggaeto
Raja Gwanggaeto menaklukkan wilayah terbesar dalam sejarah Korea dan prestasinya tersebut diukir pada batu di Monumen Gwanggaeto.

Gwanggaeto Agung (374 – 412) adalah penguasa ke-19 dari kerajaan Korea kuno Goguryeo (37 SM – 668 M). Dia adalah penakluk paling sukses dalam sejarah Korea. Berbekal pasukan berkudanya yang kuat, Goguryeo menaklukkan bagian utara dari semenanjung Korea dan sebagian besar Timur Laut Tiongkok. Gwanggaeto adalah raja dari masa Kerajaan Goguryeo yang paling dihormati serta nama dari kerajaannya  diadopsi sebagai nama negara pada era independen serta menduduki wilayah terbesar dalam sejarah Korea. Pencapaiannya tersebut terukir dengan baik di Monumen Gwanggaeto. Monumen itu sendiri didirikan oleh putranya setelah Gwanggaeto Agung wafat. Terletak di Jian di Provinsi Jilin, Tiongkok, monumen ini adalah prasasti setinggi 6,39 meter yang diukir dengan 1.775 karakter di keempat sisinya.

“Anugerah Sang Raja mencapai surga dan kekuatannya mencapai seluruh dunia.” – Dari Prasasti di Monumen Gwanggaeto.

Ratu Seondeok dan Observatorium Cheomseongdae

Ratu Seondeok adalah ratu pertama di Korea dan Cheomseongdae, sebuah observatorium astronomi tertua di dunia, yang dibangun pada masa pemerintahannya.

Ratu Seondeok (bertahta: 632 – 647) adalah penguasa ke-27 kerajaan Korea kuno Silla (57 SM – 935 M) dan wanita pertama yang naik tahta dalam sejarah Korea. Menjadi seorang wanita yang berperan sebagai pemimpin, berarti dirinya harus melawan berbagai macam penilaian dan dihadapkan dengan pemberontakan dan serangan dari Kerajaan Baekje dan Kerajaan Goguryeo. Dirinya berhasil mengatasi semua tantangan dan meletakkan dasar bagi Kerajaan Silla untuk menyatukan tiga kerajaan. Dirinya digambarkan sebagai ratu yang bijaksana dalam buku-buku sejarah Korea. Pada masa pemerintahannya, Ratu Seondeok membangun sebuah observatorium astronomi tertua yang bernama Cheomseongdae. Observatorium setinggi 9,5 meter ini tetap berada di ibu kota Silla di masa itu, Gyeongju. Hal ini diasumsikan bahwa observatorium tersebut digunakan untuk mengamati bintang dan peristiwa astronomi untuk memprediksi nasib dari kerajaan.

“Pelayan tergerak oleh kebijaksanaan Sang Ratu yang luar biasa.” – Kutipan dari Samgukyusa (Memorabilia Tiga Kerajaan)

Choe Museon dan Artileri Angkatan Laut

Choe Museon adalah seorang ilmuwan yang menemukan penciptaan bubuk mesiu buatan dalam negeri pertama di Korea, dan sepanjang sejarah Korea, persenjataan angkatan lautnya melindungi rakyat Korea dari para musuh. Choe Museon (1325 – 1395) juga dikenal sebagai seorang komandan militer selama Goryeo (918 – 1392) yang menghasilkan senjata dalam negeri pertama dalam sejarah Korea. Sebagai pengakuan akan pentingnya bubuk mesiu, Choe memproduksi bubuk mesiu dan meriam dengan mempelajari teknik-teknik yang diperlukan dan melobi pemerintah untuk mendirikan kantor produksi senjata api. Dinasti Goryeo pada saat itu memproduksi lebih dari 20 jenis senjata api. Meriam Choe memainkan peran penting dalam mengalahkan ratusan kapal Jepang dalam Pertempuran Angkatan Laut Jinpo pada tahun 1380. Pertempuran Laut Jinpo adalah pertempuran senjata angkatan laut pertama, lebih dari 190 tahun lebih awal dari Pertempuran Lepanto (1571), pertempuran senjata angkatan laut pertama di wilayah Barat (Eropa). Teknik produksi senjata api Dinasti Goryeo kemudian diwariskan kepada Dinasti Joseon (1392 – 1910) dan berkontribusi untuk mengalahkan Jepang selama Perang Imjin (1592 – 1598).

“Choe berusaha keras untuk mendapatkan informasi tentang bubuk mesiu dari Lee Yuan (seorang saudagar kaya dari Tiongkok). Loyalitasnya kepada negara patut untuk mendapatkan rasa hormat yang besar.” – Kutipan dari Hwayakgogi (Catatan Senjata Api)

Raja Sejong yang Agung dan alfabet Hangeul

Raja Sejong menciptakan alfabet Korea Hangeul, dan Hangeul dianggap sebagai alfabet paling ilmiah di dunia.

Raja Sejong yang Agung (1397 – 1450) adalah penguasa ke-4 dari Dinasti Joseon (1392 – 1910), yang terkenal karena menciptakan alfabet Korea Hangeul. Pada masanya bertahta (1418 – 1450) adalah salah satu periode paling makmur dalam 5000 tahun sejarah Korea. Selama masa pemerintahannya, Dinasti Joseon membuat prestasi yang penting di semua bidang politik, ekonomi, masyarakat, budaya, dan pertahanan nasional. Penemuan alfabet Hangeul pada khususnya membuat dampak yang bertahan lama pada masyarakat Korea. Dia menciptakan Hangeul pada tahun 1443 untuk membantu rakyat jelata mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka secara tertulis. Membuat alfabet yang dirancang khusus tersebut bagi rakyat jelata adalah sebuah kejadian belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah. Hangeul sendiri dianggap sebagai salah satu alfabet terbaik karena logis, ilmiah, dan mudah dipelajari. Sang penemu beserta tanggal, tujuan, dan prinsip penemuannya tersebut dinyatakan dengan jelas dalam Naskah Hunminjeongum.

“Bahasa Korea berbeda dari bahasa Tiongkok, dan beberapa hal juga kurang bisa diungkapkan dengan tepat dalam karakter Tiongkok. Oleh karena itu, masyarakat kita mengalami kesulitan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara tertulis. Saya turut bersimpati kepada mereka, dan dengan demikian saya membuat 28 huruf tentunya dengan harapan, semua orang dapat mempelajari dan menggunakannya dengan mudah setiap hari.” – Kata pengantar dari Naskah Hunminjeongeum.

Jang Yeongsil dan Jam Air Jagyeongnu

Jang Yeongsil adalah seorang penemu terbesar dalam sejarah Korea, dan salah satu penemuannya yaitu Jagyeongnu, dianggap sebagai jam air terbaik pada saat itu. Jang Yeongsil adalah seorang insinyur yang jenius pada masa Dinasti Joseon (1392 – 1910). Dia terlahir sebagai budak tetapi diizinkan untuk bekerja di istana kerajaan karena bakatnya yang luar biasa. Sebagai pengakuan atas bakatnya tersebut, Raja Sejong yang Agung (1397 – 1450) mendukung pengembangan karirnya. Sang Raja mengutus Jang ke Tiongkok pada tahun 1421, untuk mempelajari instrumen astronomi. Terlepas dari kelas sosialnya, Jang diberi posisi resmi dan ditugaskan untuk mengembangkan instrumen ilmiah. Atas perintah raja, ia menciptakan jam air digital kuno pertama Korea yang disebut Jagyeongnu pada tahun 1434. Dia juga menciptakan banyak instrumen ilmiah lainnya, termasuk observatorium astronomi pertama dari Dinasti Joseon yaitu Ganuidae, serta berbagai alat astronomi, jam matahari, dan alat pencetakan berbahan tembaga.

Laksamana Yi Sun-Shin dan Geobukseon (Kapal Kura-Kura)

Yi Sun-Shin adalah seorang komandan angkatan laut yang menyelamatkan negaranya dari krisis nasional melalui kapal perang revolusioner – kapal kura-kura atau Geobukseon dalam bahasa Korea.

Yi Sun-Shin (1545-1598) adalah seorang komandan angkatan laut pada masa Dinasti Joseon (1392-1910), yang membela negaranya dari pendudukan Jepang. Jepang dengan kekuatan besarnya telah menginvasi daerah Joseon sebanyak dua kali yaitu dari tahun 1592 hingga tahun 1598. Laksamana Yi memimpin kemenangan di semua pertempuran laut melawan pasukan Jepang. Dia membangun kapal perang berbentuk kura-kura yang disebut Geobukseon sebagai persiapan untuk menghadapi pertempuran dengan Jepang. Pada bagian deknya ditutupi dengan paku logam sebagai metode perlindungan kapal, sambil bisa menyerang musuh dengan panah dan bola meriam. Keberanian serta persiapannya yang matang membuatnya menjadi komandan yang tak terkalahkan. Sebagai penghormatan atas jasanya, patungnya berdiri di tengah Gwanghwamun Square di ibukota Korea Selatan, Seoul.

“Jika Anda mempertaruhkan hidup anda, maka anda akan hidup. Jika anda mencoba menyelamatkan hidup anda, maka anda akan mati.” – Yi Sun-Shin

Heo Jun dan Donguibogam (Buku Catatan Pengobatan)

Heo Jun adalah tabib kerajaan terbaik pada masa Dinasti Joseon, yang menulis buku Donguibogam, buku medis pertama yang ditulis bagi kalangan rakyat jelata.

Heo Jun (1539 – 1615) adalah seorang tabib pada masa Dinasti Joseon (1392 – 1910) yang menulis buku Donguibogam, sebuah buku medis pertama bagi kalangan rakyat jelata. Heo menulis banyak buku medis berdasarkan pengalamannya selama 30 tahun sebagai tabib kerajaan serta eksperimen klinisnya, dirinya juga berkontribusi pada pengembangan pengobatan ala Timur. Diterbitkan pada tahun 1613, buku Donguibogam adalah karyanya yang paling terkenal dengan cara penyusunan 2000 tahun pengetahuan medis ala Timur. Selama 14 tahun, dirinya meneliti ratusan buku medis serta memasukkan daftar nama umum tanaman obat yang mudah dicari oleh rakyat Korea. Buku ini telah diterbitkan di lebih dari 30 edisi di luar negeri, termasuk di Tiongkok dan Jepang, dan masih dibaca oleh mahasiswa kedokteran hingga saat ini.

Dia adalah orang yang menciptakan harta karun (Donguibogam) untuk dunia. – Penilaian Tiongkok tentang Heo Jun.

An Yong-bok dan Pulau Dokdo

An Yong-bok adalah seorang perwakilan warga, yang berjuang mempertahankan pulau Ulleungdo dan Pulau Dokdo di Korea, Pulau Dokdo itu sendiri  adalah pulau yang paling berarti bagi orang Korea. An Yong-bok adalah seorang nelayan dan perwakilan warga yang membela wilayah Joseon (1392 – 1910) di bawah pemerintahan Raja Sukjong (1661-1720). Dirinya mengunjungi Jepang dua kali, pada tahun 1693 dan tahun 1696, untuk memperjelas kedaulatan Dinasti Joseon atas Pulau Ulleungdo dan Pulau Dokdo. Pulau Dokdo yang berada di Laut Timur Korea adalah wilayah yang sangat penting bagi rakyat Korea. Hal ini dikarenakan Pulau Dokdo adalah wilayah Korea pertama yang menjadi korban imperialisme Jepang di awal abad ke-20. Selanjutnya, pulau tersebut dikembalikan ke Korea ketika Korea mendapatkan kembali kemerdekaannya. Bagi orang Korea, Pulau Dokdo menandakan kemerdekaan dan kedaulatan penuh dari Korea.

“Pulau Ulleungdo dan Pulau Dokdo milik Gangwondo, Joseon.” – Memorandum Jepang tentang Kedatangan Kapal dari Joseon pada tahun 1696.

Jeong Seon dan Lukisan Geumgangjeondo

Jeong Seon adalah seorang pelukis, yang menciptakan lukisan pemandangan gaya baru pada masa Dinasti Joseon, dan Geumgangjeondo adalah salah satu mahakaryanya yang paling terkenal.

Jeong Seon (1676 – 1759) adalah seorang pelukis pada masa Dinasti Joseon (1392 – 1910) yang memulai sebuah tradisi baru dalam melukis pemandangan nyata, yang juga dikenal sebagai Jingyeong Sansuhwa. Pada umumnya pelukis pada masa itu melukis pemandangan hanya melalui imajinasi mereka. Berniat ingin melepaskan diri dari tradisi ini, Jeong akhirnya mengunjungi lokasi nyata dan menggambar apa yang sebenarnya dirinya lihat. Lukisannya tentang Gunung Geumgang yang disebut Geumgangjeondo (Harta Pusaka Nasional Korea Nomor 217) adalah salah satu lukisannya yang paling terkenal. Dirinya beberapa kali mengunjungi Gunung Geumgang dan membuat banyak lukisan tentang gunung tersebut karena sudah lama dikenal sebagai gunung yang indah. Hasil karyanya, Geumgangjeondo, menggambarkan gunung tersebut dari sudut pandang yang tinggi dengan sapuan kuas yang kuat pada permukaan kain kanvasnya.

“Lukisanku akan memberikan pemandangan Gunung Geumgang yang lebih baik daripada ketika anda berdiri dan melihatnya sendiri disana” – Komentar Jeong Seon tentang Geumgangjeondo.

Yu Gwansun dan Gerakan Kemerdekaan 1 Maret

Yu Gwangsun adalah seorang pejuang kemerdekaan Korea, yang berpartisipasi dalam Gerakan Kemerdekaan 1 Maret yang bersejarah, yang mana gerakan tersebut menuntut kemerdekaan dari Kekaisaran Jepang.

Yu Gwansun (1902 -1920) adalah seorang pejuang kemerdekaan Korea. Setelah Jepang mengambil alih secara paksa Korea pada tahun 1910, orang Korea memulai gerakan kemerdekaan nasional pada tanggal 1 Maret 1919, untuk melawan Kekaisaran Jepang. Yu, yang pada saat itu adalah seorang siswa sekolah, berpartisipasi dalam gerakan di Seoul dan kemudian memimpin gerakan di kampung halamannya di Cheonan. Atas perbuatannya tersebut, Yu ditangkap dan disiksa sampai mati pada usia 18 tahun. Pada waktu itu, lebih dari dua juta orang Korea berpartisipasi dalam gerakan Kemerdekaan 1 Maret di seluruh negeri. Keinginan kuat Yu dan rakyat Korea yang lain untuk merebut kembali kemerdekaan, ditunjukkan dalam gerakan tersebut, yang mana hal ini mengejutkan dunia dan mempengaruhi gerakan kemerdekaan lain di seluruh dunia dan mempengaruhi gerakan anti-imperialisme di seluruh dunia, seperti Gerakan Empat Mei di Tiongkok.

“Dengan ini kami memproklamasikan kemerdekaan Korea dan kebebasan rakyat Korea. “– Kutipan dari Proklamasi Kemerdekaan Korea

Park Byeongseon dan Jikji

Park Byeongseon adalah seorang sejarawan Korea, yang menemukan Jikji, buku tertua di dunia yang dicetak dengan huruf logam yang dapat dipindahkan, yang membuktikan teknologi pencetakan Korea yang canggih.

Park Byeongseon (1927 – 2011) adalah seorang sejarawan Korea. Dia menemukan Jikji Simche Yojeol (disingkat Jikji) dari era Goryeo (918 – 1392), sebuah buku tertua di dunia yang dicetak dengan pencetakan dengan jenis logam bergerak, dan juga Owegyujanggak Uigwe, buku kumpulan protokol (tata cara) dari Dinasti Joseon. Kedua aset tersebut tercatat di dalam daftar UNESCO Memory of the World Register. Park lahir pada masa pendudukan Jepang (1910 – 1945) dan memutuskan untuk pergi ke Prancis pada 1955 untuk belajar. Saat dia bekerja di Perpustakaan Nasional Prancis, dirinya memperkenalkan Jikji kepada khalayak pada saat pameran buku tahun 1972 di Paris. Jikji adalah sebuah dokumen Buddhis yang dicetak di Kuil Heungdeok di Cheongju pada tahun 1377. Park dan Museum Percetakan Kuno di Cheongju membantu Jikji mencapai statusnya sebagai aset dari Memory of the World milik UNESCO. Park disebut Ibu Jikji, karena dedikasinya untuk menemukan dan mengenalkan Jikji kepada dunia.

“Saat ini, kita perlu memiliki keberanian untuk memberikan penghormatan atas penciptaan dari pencetakan dengan jenis logam bergerak kepada penciptanya yang sah, yaitu orang Asia (Korea).” – Louis Duche (Reporter TF1, saluran pribadi terbesar di Prancis), saat memperkenalkan Jikji di pameran buku Paris tahun 1972.